Model Pembelajaran Kooperatif memiliki validitas yang ditinjau dari dukungan teoritis dan empiris.
a.
Validitas
Secara Teoritis
Teori pembelajaran kooperatif berdasarkan pada teori Teori
konstruktivis, Teori demokrasi kelas,
dan pengalaman belajar
1)
Teori
Konstruktivis
Teori konstruktivis dari pembelajaran dengan penekanan siswa
membutuhkan untuk menginvestigasi lingkungan mereka dan membangaun pengetahuan
yang bermakna dengan secara individu.
Menurut Piaget siswa dari berbagai usia secara aktif terlibat dalam
proses mendapatkan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri.
Pengetahuan tidak tetap tetapi secra konstan berkembang dan berubah karena
siswa berhadapan dengan pengalaman-pengalaman baru yang memebrikan kekuatan
bagi siswa untuk membangun dan memodifikasi pengetahuan awal.
2)
Teori
demokrasi kelas
Pada tahun 1916 John
Dewey menulis Democracy and Education tentang kelas
demokrasi. Konsep Dewey menjelaskan bahwa kelas
seharusnya merupakan cermin
dari masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam
kehidupan nyata. Dewey menegaskan bahwa
guru perlu menciptakan
sistem sosial yang bercirikan
demokrasi dan proses
ilmiah dalam lingkungan
belajar peserta didik
dalarn kelas. Tanggung jawab
utama guru adalah
memotivasi peserta didik
untuk belajar secara kooperatif dan
memikirkan masalah-masalah sosial
yang penting setiap
hari. Bersamaan dalam aktivitasnya rnemecahkan masalah di kelompoknya,
peserta didik belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi dengan
peserta didik lain. (Arends, 2012: 362)
Senada dengan pendapat Dewey, Thelend (1954,160) berpendapat bahwa
kelas berpendapat bahwa
kelas haruslah merupakan
laboratorium atau miniatur
demokrasi yang bertujuan mengkaji
masalah-masalah sosial dan
masalah antar pribadi.
Thelan tertarik dengan dinamika
kelompok dan rnengernbangkan bentuk
yang lebih rinci dan
terstruktur dari penyelidikan
kelompok, dan mempersiapkan
dasar konseptual untuk
pengembangan pembelajaran kooperatif (Arends, 2012: 362)
Dewey dan Thelen memandang bahwa tingkah laku kooperatif sebagai
dasar dari demokrasi dan melihat sekolah sebagai laboratorium untuk
berkemabangan tingkah laku demokratis (Arends, 2012 364)
3)
Pengalaman
belajar
Padangan secara teoritis yang ketiga yang mendukung pembelajaran
kooperatif adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar dimana individu
terlibat dalam pembelajaran menyediakan dukungan secara teoritis pada
pembelajaran kooperatif (Arends, 2012: 263).
Johnson and johnson (2006) dalam (Arends 2012: 363), teori yang
uatama dari pembelajaran kooperatif , dideskribsikan pembelajaran sebagai
berikut’
Experimental
learning based upom three assumptions: that you learn best when you are
personally involved in the learning experienced, that knowledge has to be
discovered by yourself if it is to mean anything to you or make a difference in
your behavior, and that a commitment to learning is higest when you are free to
set your own learning goals and actively pursue them with a given framework
Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman belajar
berdasarkan tiga asumsi: 1) bahwa kamu
belajar terbaik ketika kamu secara individu terlibat dalam pengalaman belajar,
2) pengetahuan harus ditemukan dengan dirimu sendiri jika pengetahuan itu
memliki arti untukmu atau membuat perbedaan dalam tingkah lakumu 3) tanggung
jawab untuk belajar yang tinggi ketika kamu bebas untuk menentukan hasil belajarmu sendiri dan secara
aktif mengejar tujuanmu dengan kerangka yang diberikan.
b.
Validitas
Secara Empiris
Hasil
penelitian dari pembelajaran kooperatif menunjukkan bahwa penggabungan hasil
belajar kelompok dan secara individu menunjukkan efek yang positif terhadap
hasil belajar siswa di kelas 2 sampai 11 dalam semua mata pelajaran di semua
tipe sekola (Ellis, 2001b; Rohr- beck et al., 2003; Slavin, 199%; Slavin, Hurley & Chamberlain, 2003
dalam Arends 2006: 260)
1.
Validitas
Secara Teorotis dan Empiris Tujuan Pembejaran Koperatif
Hasil belajar siswa setelah diterapkan model kooperatif yaitu: 1) Meningkatkan
penilaian akademik; 2)Mendukung toleransi dan menerima dari keberagaman; 3) Meningkatkan
ketrampilan sosial (Arends, 2012: 361)
a.
Meningkatkan
penilaian akademik
Pada pembelajaran kooperatif siswa membangun sendiri pengetahuan
mereka. Menurut Piaget siswa dari berbagai usia secara aktif terlibat dalam
proses mendapatkan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Hal ini
juga sesuai dengan teori pengalaman belajar yang mengatakan bahwa belajar
terbaik ketika individu terlibat dalam pengalaman belajar. Karena siswa
membangun pengetahuan mereka sendiri maka pengetahuan tersebut akan masuk dalam
memori jangka panjang mereka sehinga ketika di lakukan eveluasi belajar mereka
memperoleh nilai yang baik.
Hasil penelitian dari pembelajaran kooperatif menunjukkan bahwa
penggabungan hasil belajar kelompok dan secara individu menunjukkan efek yang
positif terhadap hasil belajar siswa di kelas 2 sampai 11 dalam semua mata
pelajaran di semua tipe sekola (Ellis, 2001b; Rohr- beck et al., 2003; Slavin, 199%; Slavin, Hurley9 & Chamberlain, 2003 dalam Arends 2006: 260). Hal ini menunjjukan bahwa
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara individu
dan kelompok.
b.
Mendukung
toleransi dan menerima dari keberagaman
Dalam pemebelajaran kooperatif siswa dibagi dalam kelompok yang
heterogen. Pembagian kelompok yang heterogen ini sesuai dengan teori demokrasi
kelas. Dewey dan Thelen memandang bahwa tingkah laku kooperatif sebagai dasar
dari demokrasi dan melihat sekolah sebagai laboratorium untuk berkembangan
tingkah laku demokratis (Arends, 2012 364). Dalam pembelajaran kooperatif
siswa rnemecahkan masalah di kelompoknya
dan berinteraksi dengan peserta didik lain. Dengan demikian siswa dilatih untuk
saling menghargai satu sama lain.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gilles (2002), Smith (2006),
Vedder and Veendrick (2003) (dalam Arrends 2012: 365) menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatf tidak hanya mempengaruhi toleransi dan penerimaan oleh siswa dengan
kebutuhan khusus tetapi juga dapat mendorong siswa menjadikan hubungan yang
lebih baik diantara siswa dengan berbagai ras dan etnik.
c.
Meningkatkan
ketrampilan sosial
Tujuan ini sesuai dengan teori demokrasi kelas oleh Dewey. John
Dewey tentang kelas demokrasi, yang menjelaskan bahwa ruang kelas sebagai
cermin dari masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam
kehidupan nyata. Dalam kooperatif siswa dilatih untuk bernteraksi dengan siswa
lain untuk melatih keterampilan sosial mereka.
2.
Dukungan
teoritis fase model pembelajaran kooperatif
Menurut Arrends (2012: 362), sintak dari model ini memiliki 6 tahap
utama . Adapaun keenam tahap tersebut
adalah sebagai berikut:
a.
Menyampaikan
tujuan dari memotivasi siswa.
Fase ini sesuai dengan teori Piaget (dalam Slavin, 2006) memandang
bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu
bawaan yang mendorongnya
untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Pemberian motivasi dan menyampaikan tujuan pembelajaran
akan mendorong siswa untuk semakin ingin mengetahui apa yang akan dipelajari.
b. Menyampaikan informasi
Fase
ini sesuai dengan teori Menurut Bandura, sebagian besar manusia mempelajari
yang dilakukan melalui pengamatan yang selektif dari lainnya dan membubuhkan
kedalam memory prilaku lainnya. (Arends, 2012). Pada fase ini guru guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Siswa memperhatikan informasi yang
disampaikan oleh guru.
c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Pada fase
ini guru menjelaskan kepada siswanya
bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi efesien. Fase ini sesuai dengan teori pembelajaran sosial
John Dewey tentang kelas demokrasi, yang menjelaskan bahwa ruang kelas sebagai
cermin dari masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam
kehidupan nyata. Siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok sehingga mereka dapat
berinteraksi satu sama lain. Hal ini mencerminkan kehidupan nyata bahwa manusia
sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri.
d. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Fase ini sesuai dengan teori konstruktivis, dimana siswa membangun
pengetahuan mereka sendiri dalam kelompok-kelompok belajar. Namun pada fase ini
bimbingan guru tetaplah dibutuhkan. Fase ini sesuai dengan teori scafolding
yaitu guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mengerjakan tugas. Burner menjelaskan scafolding sebagai
suatu proses siswa dimana siswa dibimbing oleh guru atau seseorang yang lebih
pandai untuk menguasai maslah-masalah terutama yang melebihi kapasitas
perkembangan siswa. (Arrends, 2012: 402). Dengan adanya bimbingan guru siswa
dapat mengembangkan pengetahuan mereka
e. Evaluasi
Pade
fase ini yang dilakukan guru adalah guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-masing mempresentasikan hasil
kerjanya. Fase ini sesuai dengan teory Vygotsky yang menjelaskan tentang bahwa
perkembangan kognitif anak terkait sangat kuat dengan masukan dari orang lain
saat melakukan diskusi/bekerja dalam kelompok. Melalui kegiatan diskusi dalam
tim maka akan membantu meningkatkan kemampuan kognitif siswa melalui masukan
dan pendapat yang diperoleh baik dari teman maupun dari guru saat kegiatan
pembelajaran berlangsung.
f. Memberikan penghargaan
Penghargaan
akan diberikan kepada siswa/kelompok tim siswa yang berprestasi dan memiliki
penilaian yang lebih unggul diantara teman/ tim kelompok. Guru dapat memberikan
reward sebagai hadiah atau ucapan selamat sebagai penghargaan. Pemberian
penghargaan kepada kelompok terbaik sesui dengan teori pembelajaran perilaku.
Siswa akan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya jika mereka dihargai dan
dengan adanya penghargaan maka siswa akan melakuakan tindakan itu kembali.
Daftar Pustaka
Arends, Richard I. 2012. Learning to Teach 9th
Edition. New
York: McGraw-Hill
Eva, Purna Devi. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Pet Konsep Terhadap
Kemampuan Metakognitif dan Hasil Belajar Biologi Siswa SMAN 3 Sukoharjo. Thesis. Universitas Sebelas
Maret
Limba, Anastasija. 2004. Pengembangan
Model Pembelajaran Latihan Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses
Sains, Penguasaan Konsep Dan Semangat Berkreativitas Siswa SLTP Pada Konsep
Perpindahan Kalor.
Thesis. PPs Universitas Pendidikan Indonesia
Mc. Cright, Asron M. 2012. Enhancing Student’s Scientif and
Quantitative Literacies Through an Inqury Based Learning Project on Climate
Change. Journal of Schoolarship of Teaching and Learing. Vol. 12 No 4.pp
86-102
Olson dan Horsley. 2000. Inquiry and the National Science
Education Standard: A Guide for Teaching and Learning. National Academies
Press
Slavin, Robert E. 2006. Educatioal Phsycology: Theory and
Practice Eight Edition. Boston : Pearson
Nur, Muhammad,dkk. 2004. Teori Pembelajaran Kognitif Edisi 2. Surabaya:
Pusat Sains dan Matematika Sekolah
Komentar
Posting Komentar