Model Pembelajaran memiliki validitas yang ditinjau dari dukungan teoritis dan empiris.
a.
Validitas
Secara Teoritis
Secara teoritis
model membejaran ini didukung oleh teori-teori belajar yaitu teori belajar
kognitif, teori pemrosesan informasi teori sosiokultural dan teori
konstruktifisme (Arends, 2012:261)
1)
Teori
belajar kognitif dan pemrosesean informasi
a)
Teori
Skema
Teori skema menyatakan bahwa informasi disimpan dalam memori jangka
penjang dalam suatu jaring-jaring fakta-fakta dan konsep-konsep yang
berhubungan dan menyediakan suatu struktur untuk menjadikan informasi bermakna.
Prinsip paling penting dari teori skema adalah bahwa informasi yang pas dengan
skema yang ada lebih mudah dipahami, dipelajari, dan diserap dari pada
informasi yang tidak pas dengan skema yang ada (Nur dkk, 2004:53).
Piget mengenalkan kata skema untuk mendeskripsikan kerangka dimana
individu menggunakan kerangka ini untuk mengorganisasi tanggapan dan pengalaman-pengalaman
(Slavin, 2006: 173)
b)
Teori
Scafolding
Pembelajaran inkuiri juga didikung oleh teori dari Bruner, tentang scafolding. Burner
menjelaskan scafolding sebagai suatu proses siswa dimana siswa dibimbing oleh
guru atau seseorang yang lebih pandai untuk menguasai maslah-masalah
terutama yang melebihi kapasitas perkembangan siswa. (Arrends, 2012: 402).
c)
Teori
pemrosesan informasi
Teori pemrosesan informasi merupakan teori kognitif tentang belajar
yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali dari otak
(Nur dkk, 2004: 3). Teori pemrosesan informasi dapat dijelaskan dengan model
pemrosesan informasi Atkinson-Shiffrin (1968). Menurut model pemrosesan
informasi yang akan diingat pertama-tama harus sampai indera seseorang kemudian
diperhatikan dan ditransfer dari register pengindrean ke memori jangka pendek,
selanjutnya diproses lagi untuk ditransfer kememori jangka panjang.
d)
Teori
perkembangan kognitif
Menurut piaget, anak-anak tumbuh dan berkembang dan menjadi dewasa
melalaui empat tahap dari perkembangan kognitif meliputi: sensorimotor,
praoperasional, operasional, dan operasional formal (Arends, 2012: 330). Tabel 1, dibawah ini menunjukkan tahapan
perkembangan kognitif dari anak-anak menjadi dewasa
Tabel
1. Tahapan Perkembangan Kognitif
Menurut
Piaget
Tahapan |
Usia |
Kemampuan berpikir |
Sensorimotor |
Lahir- 2 tahun |
Memulai untuk menyadari objek dan dapat meniru |
Praoperasional |
2-7 tahun |
Mengembangkan bahasa, memulai memiliki kemampuan untuk berfikir
secara simbolik, dapat melihat sudut pandang yang lain, kurang memiliki
operasi mental |
Operasional |
7-11 tahun |
Dapat menyelasaikan masalah secara logis dan mampu
mengklasifikasi |
Operasi formal |
11-15/dewasa |
Dapat menyelesaikan masalah yang abstrak secara logis , dan
memiliki memperhatikan masalah-masalah sosial |
2)
Teori
Sosio kultural
Teori sosiokultural berasal dari kerja Vigotsky (1986) yang
teorinya menyatakan bahwa aktifitas manusia yang berlangsung dalam latar budaya
dan keadaan tersebut mempengaruhi apa yang kita lakukan dan pikirkan (Arends, 2006:
147). Vigotsky percaya bahwa
pembelajaran terjadi ketika siswa sedang bekerja pada zona perkembangan
proksimal. Tugas-tugas yang berada pada zona perkembangan proksimal adalah
salah satu tugas dimana siswa tidak dapat mngerjakan sendiri tetapi dapat
bekerja dengan batuan orang yang lebih mahir. Lebih lanjut Vygotsky percaya
bahwa fungsi mental yang tinggi biasanya terjadi dalam percakapan dan
kolaborasi diantara individu sebelum fungsi tersebut ada dalam individu.
3)
Teori
Konstruktivis
Teori konstruktivis dari pembelajaran dengan penekanan siswa
membutuhkan untuk menginvestigasi lingkungan mereka dan membangun pengetahuan
yang bermakna dengan secara individu.
Menurut Piaget siswa dari berbagai usia secara aktif terlibat dalam
proses mendapatkan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan
tidak tetap tetapi secra konstan berkembang dan berubah karena siswa berhadapan
dengan pengalaman-pengalaman baru yang memebrikan kekuatan bagi siswa untuk
membangun dan memodifikasi pengetahuan awal.
b.
Validitas
Secara Empiris
Secara empiris suatu model pembelajaran diakatakan valid
berdasarkan hasil- hasil penelitian. Hasil penelitian Olson dan Horsley (2000) menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri membantu siswa untuk mempelajari
konten sains, ahli dalam melakukan sains, dan memahami hakikat sains. Hasil
positif penerapan pembelajaran inkuiri terhadap proses dan konsep sains juga
dikemukakan oleh McCright (2012), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa latihan
inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains dan mengasah keterampilan penelitian
sains.
2.
Validitas
Secara Teorotis dan Empiris Tujuan Pembejaran Inkuiri
Secara spesifik ada 4 tujuan dari pembelajaran inkuiri yaitu: 1) mendapatkan
pengetahuan tentang fokus inkuiri; 2) mengembangkan kemampuan berfikir dan
keterampilan memberi alasan; 3) mengembangkan keterampialan metakognitif; 4)
mengembangakan sikap yang positif terhadap inkuiri dan menghargai kesemantaraan
pengetahuan (Arend, 2006: 342) . Berikut ini akan dipaparkan dukungan teoritis
dan empiris terhadap masing-masing tujuan pembelajaran inkuiri.
a.
Mendapatkan
pengetahuan tentang fokus inkuiri
Salah satu tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah mendapatkan
pengetahuan tentang fokus inkuiri. Tujuan ini didukung oleh teori skema oleh
piaget. Menruut teori skema informasi disimpan dalam memori jangka panjang
dalam suatu jaring-jaring fakta-fakta dan konsep-konsep yang berhubungan dan
menyediakan suatu struktur untuk menjadikan informasi bermakna. Jika siswa
telah belajar dengan menggunakan model pemebalajaran inkuiri pada materi pemanasan
global maka siswa akan penyimpan
proses-proses inkuiri untuk menyelidiki efek rumah kaca terhadap pemanasan
global dalam dalam memorinya dan menjadikan tahapan-tahapan pmbelajaran inkuiri
bermakna bagi mereka sehingga siswa mendapatkan pengetahuan tentang fokus
inkuiri itu sendiri.
b.
Mengembangkan
kemampuan berfikir dan keterampilan memberi alasan
Tujuan pembelajaran ini didukung oleh toeori scafolding. Burner
menjelaskan scafolding sebagai suatu proses siswa oleh guru atau seseorang
yang lebih pandai untuk menguasai maslah-masalah
terutama yang melebihi kapasitas perkembangan siswa (Arrends, 2006: 402). Dalam pembelajaran inkiru guru membimbing
siswa dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan keterampilan kemampuan memberi
alasan. Guru membingbing siswa mengidentifikasi masalah, menggenarilasasi,
menguji hipotesis, mengumpulkan data, dan menarik kesimpulan. Selain itu siswa
juga dilatih untuk memberikan alasan dan
menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan mereka.
Selain itu tujuan ini didukung oleh teori konstruktivis. Teori
konstruktivis dari pembelajaran dengan penekanan siswa membutuhkan untuk
menginvestigasi lingkungan mereka dan membangaun pengetahuan yang bermakna
dengan secara individu. Dalam pembelajaran inkuiri siswa melakukan
pengamatan/eksperimen utuk menguji
hipotesis mereka. Siswa pembangun sendiri pengetahuan mereka melalui eksperimen
atau pengamatan. Karena siswa menemukan sendiri pengetahuan mereka sehingga
siswa dapat mengembangkan kemampuan berfikir mereka.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wartono (2013) menunjukkan
bahwa inkuiri akrab lingkungan baik
disekolah dasar perkotaan maupun disekolah dasar pedesaan lebih efektif dalam
mengembangkan keterampilan berfikir siswa dari pada model pembelajaran
konvensional. Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Limba (2004) menunjukkan bahwa penerapan inkuiri dapat meningkatkan
keterampilan proses sains yang melibatkan berpikir kritis siswa.
c.
Mengembangkan
keterampialan metakognitif
Metakognitif adalah pengetahuan tentang belajarnya diri sendiri
(Flavell, 1985; Graner dan Alexander, 1989 dalam Arrend, 2006: 192). Dapat
dikatakan bahwa keterampilan metakognitif adalah keterampilan dimana seseorang
tahu cara belajar yang sesuai dengan dirinya.
Keterampilan berfikir dan keterampilan beljar merupakan contoh dari
keterampilan metakognitif. Siswa dapat diajarkan strategi yang untuk menilai
pemahaman mereka sendiri, menghitung dengan teliti berapa banyak yang akan
mereka butuhkan untuk mempelajari sesuatu dan memilih rencana yang efektif
untuk belajar atau menyelesaikan masalah.
Pengembangan
keterampilan metakognitif dalam inkuri di dukung oleh teori konstruktivis.
Menurut Piaget siswa dari berbagai usia secara aktif terlibat dalam proses
mendapatkan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Dengan
keterlibatang mereka dalam membangun pengetahuan siswa untuk mengerti cara-cara
belajar yang sesui dengan diri mereka.
Secara empiris juga menunjukkan bahwa inkuri dapat mengembangkan
metakognitif siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Eva (2012) yang menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing
dengan peta konsep berpengaruh signifikan terhadap kemampuan matakognitif dan
hasil belajar biologi ranah psikomotor.
d.
Mengembangakan
sikap yang positif terhadap inkuiri dan menghargai kesemantaraan pengetahuan
Tujuan ini didukung oleh teori pembelajaran kostruktivis dimana
siswa membangun sendiri pengetahuan mereka. Oleh karena siswa membangun
pengetahuan mereka sendiri maka siswa akan meyadari bahwa pengetahuan tidak
tetap tetapi secra konstan berkembang.
3.
Dukungan
teoritis fase model pembelajaran inkuiri
Menurut Arrends (2012: 343), sintak dari model ini memiliki 6
tahap. Adapaun keenam tahap tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Mendapatkan
perhatian siswa dan menjelaskan proses inkuiri
Dalam fase ini guru menyiapkan siswa untuk siap belajar dan
menjelaskan proses pembelajaran. Mendapatkan perhatian siswa sangat penting
dalam pembelajaran hal ini sesuai dengan teori pemrosesan informasi. Untuk
mendapatkan perhatian siswa guru memotivasi siswa dengan pertanyan yang
provokatif. Jika siswa telah memperhatikan penjelasan guru maka pertama-tama
informasi tersebut harus sampai indera siswa kemudian diperhatikan dan ditransfer dari
register pengindrean ke memori jangka pendek, selanjutnya diproses lagi untuk
ditransfer kememori jangka panjang, sehingga siswa dapat mengingat pelajaran
yang telah disampaikan guru.
b.
Menghadirkan
masalah inkuiri atau kejadian yang berbeda
Guru menyediakan suatu masalah atau kejadian yang berbeda kepada
siswa. Kebanyakan dari guru menggunakan demnstrasi dan presentasi untuk
mengkomunikasikan masalah kepada siswa. Fase ini sesuai dengan teori Piaget
(dalam Slavin, 2006) memandang bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu bawaan
yang mendorongnya untuk
berinteraksi dengan lingkungannya. Pemberian masalah dan
kejadian-kejadian yang berbeda akan mendorong siswa untuk semakin ingin
mengetahui apa yang akan dipelajari.
c.
Siswa
merumuskan hipotesis untuk menjelaskan masalah atau kejadian
Pada tahap ini guru mendorong siswa siswa untuk menanyakan
pertanyaan tentang keadaan masalah dan membuat hipotesis yang akan dijelaskan
apa yang akan terjadi. Menurut teori perkembangan kognitif anak yang berusia
11-15 tahun/ dewasa telah mampu berfikir abstrak. Dengan kata lain, mereka
dapat membuat hipotesis untuk menjelaskan masalah.
d.
Mendorong
siswa untuk mengumpulkan data untuk menguji hipotesis.
Guru meminta siswa untuk mengumpulkan data dalam rangka menguji
hipotesis mereka. Dalam beberapa kasus percobaan eksperimen dapat dilakukan.
Melalui pengumpulan data siswa membengun pengetahuan mereka sendiri. Hal ini
sesuai dengan teori konstruktivis. Siswa secara aktif terlibat dalam proses
mendapatkan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri.
e.
Merumuskan
penjelasan atau kesimpulan
Pada tahap ini guru membawa tahapan inkuiri lebih dekat pada siswa
dengan membimbing siswa merumuskan
kesimpulan dan generalisasi. Bimbingan guru diperlukan dalam pembelajaran. Hal
ini sesui dengan teori scafolding , siswa dibimbing oleh guru atau seseorang
yang lebih pandai untuk menguasai maslah-masalah
terutama yang melebihi kapasitas perkembangan siswa. Selain itu menurut teori
perkembangan kognitif siswa yang berusia 11-15 tahun/dewas telah mampu berfikir
abstrak. Hal ini menunjukkan siswa telah dapa melakukan analisis berdasaran
hasil pengamatang yang telah mereka lakukan dan dapat menarik kesimpulan.
f.
Merefleksi pada masalah dan memikirkan proses berfikir
yang digunakan.
Pada tahap ini siswa dilatih untuk melakukan
metakognitif terhadap proses berfikir mereka. Siswa diminta untuk memikirkan
kembali strategi yang merka gunakan untuk inkuiri. Menurut
Piaget siswa dari berbagai usia secara aktif terlibat dalam proses mendapatkan
informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Dengan keterlibatang mereka
dalam membangun pengetahuan siswa untuk mengerti proses inkuiri yang telah
mereka gunakan.
Daftar Pustaka
Arends, Richard I. 2012. Learning to Teach 9th
Edition. New
York: McGraw-Hill
Eva, Purna Devi. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Pet Konsep Terhadap
Kemampuan Metakognitif dan Hasil Belajar Biologi Siswa SMAN 3 Sukoharjo. Thesis. Universitas Sebelas
Maret
Limba, Anastasija. 2004. Pengembangan
Model Pembelajaran Latihan Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses
Sains, Penguasaan Konsep Dan Semangat Berkreativitas Siswa SLTP Pada Konsep
Perpindahan Kalor.
Thesis. PPs Universitas Pendidikan Indonesia
Mc. Cright, Asron M. 2012. Enhancing Student’s Scientif and
Quantitative Literacies Through an Inqury Based Learning Project on Climate
Change. Journal of Schoolarship of Teaching and Learing. Vol. 12 No 4.pp
86-102
Olson dan Horsley. 2000. Inquiry and the National Science
Education Standard: A Guide for Teaching and Learning. National Academies
Press
Slavin, Robert E. 2006. Educatioal Phsycology: Theory and
Practice Eight Edition. Boston : Pearson
Nur, Muhammad,dkk. 2004. Teori Pembelajaran Kognitif Edisi 2. Surabaya:
Pusat Sains dan Matematika Sekolah
Komentar
Posting Komentar